SELAMAT DATANG DI DUNIA GUBRAK!!!

Gubrak Indonesia

Senin, 06 Juni 2011

MARGA GUNUNG ALIP DAN KELUARGA ATAR BERAK


Semasa Lampung termasuk kekuasaan Banten, Kejonjoman Semangka berpusat di Burnai Tanjung Beringin, diperintah seorang jonjom (wakil Sultan Banten), dan terbagi ke dalam empat paksi dan dua belas bandar. Empat paksi (Paksi Pak) itu adalah Paksi Benawang di Negeri Ratu, Paksi Belunguh di Kagungan, Paksi Ngarip di Padang Ratu, dan Paksi Way Nipah di Pematang Sawah. Hal ini sesuai dengan empat paksi nenek-moyang di Sekalaberak: Ratu Tundunan, Ratu Belunguh, Ratu Nyerupa, dan Ratu Bejalan di Way. Adapun dua belas bandar (Bandar Ruwa Belas) terdiri dari Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Badak, Limau, Batu Regak, Buai Nyata, Kelungu, Talagening, Pekon Balak, Sanggi, dan Rajabasa.

      Setelah Lampung dikuasai Belanda, kejonjoman Semangka diubah menjadi Onderafdeling Semangka, yang dibagi menjadi delapan marga: Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Limau, Benawang, Belunguh, Ngarip, dan Pematang Sawah.

      Daerah Cukuh Balak (marga Kelumbayan, Pertiwi, Putih dan Limau) di pantai selatan Lampung sangat sedikit memiliki lahan pertanian karena merupakan daerah pesisir. Hal ini menyebabkan banyak penduduk mencari daerah baru yang jauh dari pantai. Daerah Talangpadang dan Waylima merupakan contoh daerah baru tersebut. Di kedua daerah ini sampai sekarang masih terdengar istilah Selimau, Seputih, Sepertiwi, dsb, untuk mengingatkan mereka pada daerah asal.

      Perpindahan besar-besaran penduduk Limau ke daerah Talangpadang dipacu oleh dua hal. Pertama, pembukaan Jalan Raya Pos (Postweg) oleh pemerintah Hindia-Belanda pada pertengahan abad ke-19, yang menghubungkan Teluk Betung dan Kota Agung, sangat menarik minat masyarakat untuk mendirikan pekon di tepi jalan raya. Kedua, meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883 (labung hambua, “hujan abu”) menyebabkan sebagian penduduk marga Limau ingin mencari daerah pemukiman baru, sebab tanah pertanian mereka rusak oleh abu gunung berapi.

      Perpindahan dari Limau dipelopori oleh masyarakat pekon Padang Manis dan pekon Atar Berak. Orang-orang dari Padang Manis mula-mula membuka pekon Way Tebu, kemudian membuka pekon Talangpadang dan Banjarnegeri, sedangkan orang-orang dari Atar Berak mula-mula membuka pekon Penanggungan, kemudian membuka pekon Kedaloman dan Sukabanjar. Sesudah itu datang masyarakat Gunung Haji membuka pekon Bandingagung dan Kejayaan. Lalu menyusul pula masyarakat Pekon Ampai membuka pekon Sukaraja. Semua yang disebutkan di atas berasal dari marga Limau. Kemudian datang masyarakat dari marga Pertiwi membuka pekon Sukabumi, dan masyarakat dari marga Putih membuka pekon Kutadalom. Lalu datang pula orang-orang dari Kotaagung membuka pekon Banjarmanis.

     Maka pada Kamis 1 Juni 1933 (7 Safar 1352 H), berdirilah Marga Gunung Alip, dengan dua penyimbang marga: Pangeran Raja Hukum dari Talangpadang dan Dalom Ya Sangun Ratu dari Kedaloman.

     Dua belas penyimbang pokok dalam Marga Gunung Alip adalah:
Pangeran Raja Hukum (Talangpadang);
Batin Paksi Negara (Bandingagung);
Raja Purba (Sukabumi);
Radin Gomontor (Kejayaan);
Batin Raja Intan (Sukabanjar-Pariaman);
Batin Sempurna Jaya (Sukabanjar-Tanjungharapan);
Batin Jaya Krama (Sukabanjar-Seriagung);
Dalom Ya Sangun Ratu (Kedaloman);
Batin Pangeran (Sukaraja);
Batin Mangku Negara (Banjarnegeri-Seriagung);
Batin Mengunang (Banjarnegeri-Cahyanegeri);
Raja Pemuka (Banjarnegeri-Tanjungraja).

      Sesuai dengan perkembangan zaman, dalam Marga Gunung Alip sekarang terdapat empat kebandaran: Talangpadang, Kedaloman, Bandingagung, Negeriagung. Masing-masing kebandaran membawahi penyimbang-penyimbang pekon atau sebatin-sebatin. Meski pun pada mulanya penyimbang pokok cuma dua belas, sekarang ini terdapat cukup banyak penyimbang, sebab banyak jaru suku yang melakukan promosi (angkat nama) menjadi sebatin-sebatin baru.

Kebandaran Kedaloman (Atar Berak)
      Kebandaran Atar Berak dengan penyimbang Pangeran Bandar Marga yang berkedudukan di Rajabasa, Kedaloman, membawahi sebelas kesebatinan:
Tanjungharapan: Batin Kesuma Ningrat;
Padangdalom: Batin Raja Utama;
Seriagung: Batin Dahulu Ratu;
Sukamarga: Batin Jaya Utama;
Padarincang: Batin Raja Syah;
Mirakbatin: Batin Surya Diningrat;
Negeriratu: Batin Mangku Desa;
Pariaman: Batin Raja Nursiwan;
Banyuasin: Raja Penyimbang;
Padangratu: Raja Nirwana;
Pelitajaya: Batin Pemuka.

Silsilah Pokok Kebandaran Atar Berak
      Pejor Alam, di pekon Atar-Berak, Limau, yang hidup pada abad ke-17, memunyai tiga orang putra: Ngabihi (menurunkan keluarga Rajabasa), Ngagebat (keluarga Tanjungharapan), dan Nyawadi (keluarga Pariaman dan Mirakbatin).
     Ngabihi berputra Radin Mas Tangga, berputra Radin Suryadilaga, berputra Raja Isunan (Sebatin Atar Berak), berputra Raja Besar Alip, berputra Bandar Alam, berputra Dalom Ya Sangun Ratu (Bandar Kedaloman), berputra Su’ud Pangeran Pokok Adat, berputra Efendi Pangeran Bandar Marga.
     Ngagebat (Jayaguda) berputra Ki Gede Agung (Imam Penata Gama), berputra Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun (Suku Kanan Atar Berak), berputra Haji Muhammad Rais Radin Taji Marga, berputra Haji Sulaiman Radin Simbangan, berputra Muhammad Adnan Radin Besar kemudian bergelar Batin Sempurna Jaya (Sebatin Tanjungharapan), berputra Masyuni Batin Indera Kesuma, berputra Irfan Anshory Batin Kesuma Ningrat.
     Nyawadi berputra Tanjar Muda, berputra Penyana, berputra Minak Paduka (Suku Kiri Atar Berak), berputra Muhammad Yasin, berputra Abdul Muin, berputra Minak Sengaji kemudian bergelar Batin Raja Intan (Sebatin Pariaman), berputra Yasin Batin Raja Nursiwan, berputra Syamsul Arifin Batin Putera Jaya.
      Catatan: enam generasi terdahulu masih berdiam di daerah Limau (Cukuh Balak), tiga generasi terakhir sudah mendiami daerah Gunung Alip sekarang.

Silsilah Keluarga Tanjung Harapan
Penyimbang di turunan
Tutukan anjak saka
Radu papira jaman
Raja mak kilu bangsa


      Ngagebat, putra kedua Pejor Alam (adiknya Ngabihi), ketika pemuda merantau ke Banten, siba (menghadap sultan) dan kajenong (meminta gelar) sambil memperdalam ilmu. Ngagebat mengarang adi-adi ketika pergi: keris ruwa nyak kodo, ki haga siba banton, hilang nyawa nyak kodo, ampai dipangka temon.

      Pada masa itu Sultan Banten Abdul Fatah sedang berperang melawan Belanda. Ngagebat pun ikut berjuang. Menurut cerita, Ngagebat pulang dari medan perang, menghadap Sultan di istana sambil membawa telinga sekeranjang (cuping sanga kecandang), pertanda dia berhasil membunuh tentara Belanda sebanyak telinga yang dibawanya. (Induh temon api mawat, ana gelarni cerita!). Sultan Banten merasa kagum akan kehebatan meranai Lampung ini dan memberinya gelar Jayaguda, sering disingkat Jaguda.

      Setelah cukup memperdalam ilmu, baik ilmu pendekar maupun ilmu agama, Ngagebat (Jaguda) kembali ke Atar Berak. Setelah Jaguda wafat, kuburannya dikeramatkan orang dan disebut "Keramat Atar Berak". Di kompleks makam itu, di pekon tuha Atar Berak, Limau, sampai sekarang masih ada "kursi batu" peninggalan Jaguda.

      Ngagebat (Jaguda) terlalu lama membujang dan baru menikah sewaktu usianya lanjut. Dengan istrinya, Gusti Puyang, Ngagebat cuma berputra satu, yang diberi nama berbau Banten, yaitu Ki Gede Agung. Namun anak yang seorang ini benar-benar mewarisi ilmu ayahnya dalam hal agama, sehingga di masa tuanya dia memeroleh gelar Imam Penata Gama.

      Imam Penata Gama (Ki Gede Agung) beristrikan Galuh Ratu, dan dikurniai Allah tujuh putra laki-laki. Yang seorang meninggal di masa remaja, sehingga hanya enam orang yang mengembangkan keturunan, yaitu:
1) Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun—Muhammad Rais—Sulaiman—Muhammad Adnan—Masyuni dan Masrohan—Irfan Anshory.
2) Niti Bangsa, berputra Gagul Jaya—Mas Pecalang—Abdur Rani—Sarbini—Iryatun—Wawan.
3) Jalang Kecacah, berputra Jimpang Batin—Muhibat dan Masibah—Abdulhamid—Sawiah—Fathullah.
4) Anggu Mas, berputra Ayuminah—Saibah—Marsudin—Syamsu—Indra.
5) Ranggau Jaya, berputra Rayi Siyah—Ramik Mas—Cinta Batin—Ja’far—Idris.
6) Mirak Sekudi, berputra Jamil—Jamari—Muhammad Amin—Absani.

       Yang disebutkan di sini hanyalah keturunan lurus ke bawah. Masing-masing nama di atas tentu memunyai banyak saudara kandung (kakak dan adik) yang juga beranak-cucu, sehingga mencakup seluruh keluarga besar Tanjungharapan sekarang.

Tujuh Jenjang Adok (Gelar) Lampung Peminggir

PANDIA PAKUSARA
(1) Batin -- Batin
Raja – Radin
(2) Radin – Minak
(3) Minak – Enton
(4) Kimas (Tihang, Lidah) – Adi (Mas)
(5) Mas (Bangsa, Jaga) – Sinang (Cahya)

PUNGGAWA
(6) Layang - Anggin
Muda - Anggin
Pemuka - Anggin
Purba - Anggin
Niti - Anggin
Rayat - Anggin
Jimpang - Anggin
Kuta - Anggin
Pagar - Anggin
Kunci - Anggin

(7) Bunga - Rayi
Morep - Rayi
Jimat - Rayi
Baris - Rayi
Ramik - Rayi
Tanjar - Rayi
Munggah - Rayi
Ulas - Rayi
Bebas - Rayi
Linggang - Rayi

SENGGAYA ADOK RAGAH
Adipati, Agung, Alam, Alip, Andalan, Bahasa, Bakti, Bangsa, Bangsawan, Batin, Bebas, Bendara, Berlian, Besar, Bintara, Buai, Buana, Budiman, Bujangga, Bumi, Cahya, Dalom, Darma, Darmala, Demang, Dermawan, Desa, Dilaga, Diwa, Gama, Gomontor, Gumuruh, Haluan, Hirang, Hukum, Hulubalang, Imba, Indera, Intan, Isunan, Jaga, Jaksa, Jaya, Jiwa, Kalipah, Kanggu, Kapitan, Kecacah, Kelana, Kemala, Kesuma, Kerama, Kunci, Laksamana, Liyu, Mandala, Malila, Mangku, Mangkuta, Marga, Mas, Menanti, Mengunang, Mincar, Muda, Mulia, Murip, Negara, Negeri, Ngasisa, Ningrat, Nirwana, Niti, Nurjati, Nursiwan, Nyinang, Padoman, Paduka, Panglima, Panji, Paksi, Paku, Pastiti, Patih, Pecalang, Pejor, Pelita, Pemuka, Penata, Pendita, Pengiman, Pengiran, Penyimbang, Perbasa, Perdana, Perwira, Punggawa, Purba, Purnama, Pusaka, Pusiban, Pusirah, Putera, Raja, Rajasa, Ratu, Rusia, Sabungan, Sangkiman, Sangun, Santeri, Sari, Sarih, Sebuai, Sehari, Sejati, Sekudi, Selaka, Selinggang, Semberani, Sempurna, Senanti, Senapati, Sengaji, Seniti, Senimbang, Sentika, Sepulah, Seruni, Setia, Setiawan, Simbangan, Singa, Suara, Suhunan, Suku, Suntan, Surya, Syah, Taji, Tangga, Tinggi, Tumenggung, Ulangan, Unjunan, Utama, Wijaya, Wira, Ya, Yuda.

SENGGAYA ADOK BEBAI
Akuan, Angguan, Anggin, Ayu, Bahagia, Basiyah, Berlian, Buai, Buana, Cahya, Cempaka, Cendana, Dalom, Delima, Dengian, Dian, Enton, Galuh, Hariya, Indah, Jamanton, Jamidah, Jamilah, Jaminah, Jasimah, Jasiyah, Jumami, Juwita, Kamilah, Kasijah, Kasimah, Kasiyah, Kekunang, Kencana, Kesuma, Kumbang, Lamidah, Laminah, Lamisah, Lamiya, Linggam, Liyah, Luwih, Malati, Malila, Maliyah, Mantiara, Marga, Mas, Masibah, Masidah, Masijah, Masinah, Masiyah, Midah, Minah, Misah, Mustika, Nerang, Nirmala, Nurcahya, Permata, Rayi, Riya, Sakinah, Samidah, Samijah, Saminah, Samiyah, Saniyah, Salijah, Saliyah, Satibah, Satijah, Satiyah, Selaka, Sari, Siar, Sibah, Sidah, Sijah, Simah, Sinah, Sinang, Sirian, Siti, Siyah, Sugihan, Tindayan, Ulihan.
 
http://www.wacananusantara.org/99/340/marga-gunung-alip-%28lampung%29

Sejarah Bahasa Melayu

Dalam pengertian awan, istilah bahasa Melayu mencakup sejumlah bahasa yang saling bermiripan yang dituturkan di wilayah Nusantara dan di Semenanjung Melayu. Sebagai bahasa yang luas pemakaiannya, bahasa ini menjadi bahasa resmi di Brunei, Indonesia (sebagai bahasa Indonesia), dan Malaysia (juga dikenal sebagai bahasa Malaysia); bahasa nasional Singapura; dan menjadi bahasa kerja di Timor Leste (sebagai bahasa Indonesia). Bahasa Melayu merupakan lingua franca bagi perdagangan dan hubungan politik di Nusantara pada masa pra-kolonial. Migrasi kemudian juga turut memperluas pemakaiannya. Selain di negara yang disebut sebelumnya, bahasa Melayu dituturkan pula di Afrika Selatan, Sri Lanka, Thailand selatan, Filipina selatan, Myanmar selatan, sebagian kecil Kamboja, hingga Papua Nugini. Bahasa ini juga dituturkan oleh penduduk Pulau Christmas dan Kepulauan Cocos, yang menjadi bagian Australia.
Dari segi linguistik, kini ditentukan suatu rumpun bahasa Melayu yang terdiri dari 45 bahasa, yang pada gilirannya dibagi dalam kelompok berikut :
Kelompok Melayu tersebut adalah yang terbesar dalam rumpun bahasa Melayik.

Tanah asal-usul penutur bahasa Melayu

Catatan tertulis pertama dalam bahasa Melayu ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, di wilayah yang sekarang dianggap sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Istilah "Melayu" sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi. Akibat penggunaannya yang luas, berbagai varian bahasa dan dialek Melayu berkembang di Nusantara.
Ada tiga teori yang dikemukakan tentang asal-usul penutur bahasa Melayu (atau bentuk awalnya sebagai anggota bahasa-bahasa Dayak Malayik). Kern (1888) beranggapan bahwa tanah asal penutur adalah dari Semenanjung Malaya dan menolak Borneo sebagai tanah asal. Teori ini sempat diterima cukup lama (karena sejalan dengan teori migrasi dari Asia Tenggara daratan) hingga akhirnya pada akhir abad ke-20 bukti-bukti linguistik dan sejarah menyangkal hal ini (Adelaar, 1988; Belwood, 1993) dan teori asal dari Sumatera yang menguat, berdasarkan bukti-bukti tulisan. Hudson (1970) melontarkan teori asal dari Kalimantan, berdasarkan kemiripan bahasa Dayak Malayik (dituturkan orang-orang Dayak berbahasa Melayu) dengan bahasa Melayu Kuna, penuturnya yang hidup di pedalaman, dan karakter kosa kata yang konservatif.

Sejarah

Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun bahasa Austronesia. Menurut statistik penggunaan bahasa di dunia, penutur bahasa Melayu diperkirakan mencapai lebih kurang 250 juta jiwa yang merupakan bahasa keempat dalam urutan jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia.
Catatan tertulis pertama dalam bahasa Melayu Kuna berasal dari abad ke-7 Masehi, dan tercantum pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di bagian selatan Sumatera dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa Tengah. Tulisan ini menggunakan aksara Pallawa. Selanjutnya, bukti-bukti tertulis bermunculan di berbagai tempat, meskipun dokumen terbanyak kebanyakan mulai berasal dari abad ke-18.
Sejarah penggunaan yang panjang ini tentu saja mengakibatkan perbedaan versi bahasa yang digunakan. Ahli bahasa membagi perkembangan bahasa Melayu ke dalam tiga tahap utama, yaitu
Walaupun demikian, tidak ada bukti bahwa ketiga bentuk bahasa Melayu tersebut saling bersinambung. Selain itu, penggunaan yang meluas di berbagai tempat memunculkan berbagai dialek bahasa Melayu, baik karena penyebaran penduduk dan isolasi, maupun melalui kreolisasi.
Selepas masa Sriwijaya, catatan tertulis tentang dan dalam bahasa Melayu baru muncul semenjak masa Kesultanan Malaka (abad ke-15). Laporan Portugis dari abad ke-16 menyebut-nyebut mengenai perlunya penguasaan bahasa Melayu untuk bertransaksi perdagangan. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan Portugis di Malaka, dan bermunculannya berbagai kesultanan di pesisir Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, serta selatan Filipina, dokumen-dokumen tertulis di kertas dalam bahasa Melayu mulai ditemukan. Surat-menyurat antarpemimpin kerajaan pada abad ke-16 juga diketahui telah menggunakan bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli bahasa Melayu, mereka menggunakan bahasa Melayu yang "disederhanakan" dan mengalami percampuran dengan bahasa setempat, yang lebih populer sebagai bahasa Melayu Pasar (Bazaar Malay). Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf Arab (kelak dikenal sebagai huruf Jawi) atau juga menggunakan huruf setempat, seperti hanacaraka.
Rintisan ke arah bahasa Melayu Modern dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistematis menyusun kamus ekabahasa bahasa Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama) pada pertengahan abad ke-19. Perkembangan berikutnya terjadi ketika sarjana-sarjana Eropa (khususnya Belanda dan Inggris) mulai mempelajari bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakannya dalam urusan administrasi. Hal ini terjadi pada paruh kedua abad ke-19. Bahasa Melayu Modern dicirikan dengan penggunaan alfabet Latin dan masuknya banyak kata-kata Eropa. Pengajaran bahasa Melayu di sekolah-sekolah sejak awal abad ke-20 semakin membuat populer bahasa ini.
Di Indonesia, pendirian Balai Poestaka (1901) sebagai percetakan buku-buku pelajaran dan sastra mengantarkan kepopuleran bahasa Melayu dan bahkan membentuk suatu varian bahasa tersendiri yang mulai berbeda dari induknya, bahasa Melayu Riau. Kalangan peneliti sejarah bahasa Indonesia masa kini menjulukinya "bahasa Melayu Balai Pustaka" atau "bahasa Melayu van Ophuijsen". Van Ophuijsen adalah orang yang pada tahun 1901 menyusun ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin untuk penggunaan di Hindia-Belanda. Ia juga menjadi penyunting berbagai buku sastra terbitan Balai Pustaka. Dalam masa 20 tahun berikutnya, "bahasa Melayu van Ophuijsen" ini kemudian dikenal luas di kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas kebangsaan Indonesia. Puncaknya adalah ketika dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan, "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Sejak saat itulah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa kebangsaan.
Introduksi varian kebangsaan ini mendesak bentuk-bentuk bahasa Melayu lain, termasuk bahasa Melayu Tionghoa, sebagai bentuk cabang dari bahasa Melayu Pasar, yang telah populer dipakai sebagai bahasa surat kabar dan berbagai karya fiksi di dekade-dekade akhir abad ke-19. Bentuk-bentuk bahasa Melayu selain varian kebangsaan dianggap bentuk yang "kurang mulia" dan penggunaannya berangsur-angsur melemah.
Pemeliharaan bahasa Melayu baku (bahasa Melayu Riau) terjaga akibat meluasnya penggunaan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang Belanda yang pada waktu itu tidak suka apabila orang pribumi menggunakan bahasa Belanda juga menyebabkan bahasa Melayu menjadi semakin populer.
Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis Bahasa Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia (MABBIM) berencana menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam organisasi ASEAN, dengan memandang lebih separuh jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Rencana ini belum pernah terealisasikan, tetapi ASEAN sekarang selalu membuat dokumen asli dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa resmi masing-masing negara anggotanya.

Varian-varian bahasa Melayu

Bahasa Melayu sangat bervariasi. Penyebab yang utama adalah tidak adanya institusi yang memiliki kekuatan untuk mengatur pembakuannya. Kerajaan-kerajaan Melayu hanya memiliki kekuatan regulasi sebatas wilayah kekuasaannya, padahal bahasa Melayu dipakai oleh orang-orang jauh di luar batas kekuasaan mereka. Akibatnya muncul berbagai dialek (geografis) maupun sosiolek (dialek sosial). Pemakaian bahasa ini oleh masyarakat berlatar belakang etnik lain juga memunculkan berbagai varian kreol di mana-mana, yang masih dipakai hingga sekarang. Bahasa Betawi, suatu bentuk kreol, bahkan sekarang mulai memengaruhi secara kuat bahasa Indonesia akibat penggunaannya oleh kalangan muda Jakarta dan dipakai secara meluas di program-program hiburan televisi nasional.
Ada kesulitan dalam mengelompokkan bahasa-bahasa Melayu. Sebagaimana beberapa bahasa di Nusantara, tidak ada batas tegas antara satu varian dengan varian lain yang penuturnya bersebelahan secara geografis. Perubahan dialek seringkali bersifat bertahap. Untuk kemudahan, biasanya dilakukan pengelompokan varian sebagai berikut:
  1. Bahasa-bahasa Melayu Tempatan (Lokal)
  2. Bahasa-bahasa Melayu Kerabat (Paramelayu, Paramalay = Melayu "tidak penuh")
  3. Bahasa-bahasa kreol (bukan suku/penduduk melayu) berdasarkan bahasa Melayu
Jumlah penutur bahasa Melayu di Indonesia sangat banyak, bahkan dari segi jumlah melampaui jumlah penutur bahasa Melayu di Malaysia maupun di Brunei Darussalam. Bahasa Melayu dituturkan mulai sepanjang pantai timur Sumatera, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu hingga pesisir Pulau Borneo dan kota Negara, Bali.

Dialek Melayu Indonesia

Dialek Riau Kepulauan dan beberapa kawasan di Riau Daratan dituturkan sama seperti Dialek Johor.

Bahasa kerabat Melayu

"Bahasa kerabat" adalah bahasa-bahasa lain yang serupa dengan Bahasa Melayu, namun masih ada perbedaan pendapat mengenai soal itu. Mereka adalah
  1. Bahasa Minangkabau (min) di Sumatera Barat
  2. Bahasa Banjar (bjn) di Kalimantan Selatan
  3. Bahasa Kedayan (kxd) (Suku Kedayan) di Brunei, Sarawak
  4. Dialek Melayu Kedah (meo) (Melayu Satun)
  5. Dialek Melayu Pulau Kokos (coa)
  6. Dialek Melayu Pattani (mfa)
  7. Dialek Melayu Sabah (msi)
  8. Dialek Melayu Bukit(Bahasa Bukit) (bvu) (Suku Dayak Bukit) di Kalimantan Selatan
  9. Bahasa Serawai (srj) di Bengkulu
  10. Bahasa Rejang (rej) di Rejang Lebong, Bengkulu
  11. Bahasa Lebong di Lebong, Bengkulu
  12. Bahasa Rawas (rws) di Musi Rawas, Sumatera Selatan
  13. Bahasa Penesak (pen) di Prabumulih, Sumatera Selatan
  14. Bahasa Komering di Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
  15. Bahasa Enim (eni)
  16. Bahasa Musi (mui)
  17. Bahasa Kaur (vkk)
  18. Bahasa Kerinci/(Kerinci-Sakai-Talang Mamak)(vkr)
  19. Bahasa Kubu (kvb)
  20. Bahasa Lematang (lmt)
  21. Bahasa Lembak (liw)
  22. Bahasa Lintang (lnt)
  23. Bahasa Lubu (lcf)
  24. Bahasa Loncong/Orang Laut (lce)
  25. Bahasa Sindang Kelingi (sdi)
  26. Bahasa Semendo (sdd)
  27. Bahasa Rawas (rws)
  28. Bahasa Ogan (ogn)di Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
  29. Bahasa Pasemah ( pse) di Sumatera Selatan
  30. Bahasa Suku Batin [sbv] di Jambi
  31. Bahasa Kutai di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
    1. Dialek Tenggarong - Melayu Kutai (vkt)
    2. Dialek Kota Bangun - Melayu Kutai (mqg)

Bahasa Melayu Kreol

Bahasa Melayu sudah lama dikenal sebagai bahasa antarsuku bangsa khususnya di Indonesia. Dalam perkembangannya terutama kawasan-kawasan berpenduduk bukan Melayu dan mempunyai bahasa masing-masing, bahasa Melayu mengalami proses pidginisasi dengan berbaurnya berbagai unsur bahasa setempat ke dalam bahasa Melayu dan karena dituturkan oleh anak-anaknya, bahasa Melayu mengalami proses Kreolisasi. Bahasa Melayu, khususnya di Indonesia Timur diperkenalkan pula oleh para misionaris asal Belanda untuk kepentingan penyebaran agama Kristen.
Di pulau Jawa, terutama di Jakarta, bahasa Melayu mengalami proses kreolisasi yang unsur dasar bahasa Melayu Pasar tercampur dengan berbagai bahasa di sekelilingnya, khususnya bahasa Tionghoa, bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Bugis, bahkan unsur bahasa Belanda dan bahasa Portugis. Melayu dalam bentuk kreol ini banyak dijumpai di Kawasan Indonesia Timur yang terbentang dari Manado hingga Papua.
Bentuk Melayu Kreol tersebut antara lain :

Dialek luar Indonesia

Dialek-dialek bahasa Melayu di Malaysia adalah seperti berikut:
  • Dialek Utara (Kedah, Perlis, Penang & Perak Utara) : dituturkan di negara bagian Kedah, Pulau Pinang, Perlis dan bagian utara negara bagian Perak. Terbahagi kepada beberapa sub-dialek seperti Perlis, Pulau Pinang, Kedah Utara dan Kedah Hilir. Dialek yang dituturkan oleh penduduk di Kedah Timur menampakkan banyak persamaan dengan dialek Kelantan dan Pattani, dialek ini dikenali sebagai dialek Kedah Hulu.
  • Dialek Kelantan : dituturkan di negera bagian Kelantan dan daerah Besut, Terengganu. Penduduk di beberapa buah daerah di Kedah seperti Baling, Sik dan Kuala Nerang bertutur di dalam dialek yang menampakkan banyak persamaan dengan Dialek Kelantan. Dialek Kelantan merupakan sub-dialek Dialek Pattani ataupun Yawi.
  • Dialek Terengganu: dituturkan di Terengganu kecuali daerah Besut dan sebahagian negeri Pahang.
  • Dialek Perak - Dialek ini terbahagi kepada tiga pecahan kecil:
    • Dialek Perak Tengah : dituturkan di bagian tengah negara bagian Perak.
    • Dialek Perak Selatan : dituturkan di bagian selatan negara bagian Perak.
    • Dialek Perak Timur: dituturkan di bahagian timur negara bahagian Perak iaitu Lenggong, Grik dan Kroh yang bersempadan dengan Thailand, Kedah dan Kelantan. Dialek yang dituturkan mempunyai campuran Dialek Utara,Dialek Perak dan Dialek Kelantan/Petani.
  • Dialek Negeri : dituturkan di negara bagian Negeri Sembilan dan kawasan Taboh Naning, Melaka.
  • Dialek Malaka : dituturkan di negara bagian Melaka kecuali kawasan Taboh Naning.
  • Dialek Johor - Riau : dituturkan di negara bagian Johor dan selatan Pahang.
  • Dialek Pahang - Negara bagian Pahang kaya dengan pelbagai jenis dialek daerah yang dituturkan di daerah-daerah di mana Sungai Pahang mengalir:-
    • Hulu Sungai Pahang : Dialek Jerantut, Lipis, Bentong dan Raub (dituturkan dengan cepat dari segi kelajuan percakapan).
    • Pertengahan Sungai Pahang : Dialek Temerloh (dituturkan secara sederhana dari segi kelajuan percakapan).
    • Hilir Sungai Pahang : Dialek Chenor dan Pekan (dituturkan dengan perlahan dari segi kelajuan percakapan).
  • Dialek Sabah - Negara bagian Sabah mempunyai beberapa jenis dialek Melayu yaitu:-
    • Dialek Melayu Sabah - dituturkan di seluruh negara bagian Sabah dan merupakan dialek utama di negera bagian tersebut.
    • Dialek Kokos / Cocos - dituturkan oleh orang Melayu keturunan Kokos / Cocos di Tawau, Lahad Datu, Kunak, Sandakan dan Kepulauan Cocos (Keeling), wilayah Australia.
  • Dialek Baba - Sejenis dialek campuran antara bahasa Melayu dan dialek Hokkien. Dialek ini terbahagi kepada tiga pecahan kecil iaitu:-
    • Dialek Baba Melaka - dituturkan oleh kaum Baba dan Nyonya di negara bagian Melaka. Ia merupakan dialek asal bagi dialek Melayu Baba.
    • Dialek Baba Pulau Pinang - dituturkan oleh kaum Baba dan Nyonya di negara bagian Pulau Pinang.
    • Dialek Baba Singapura - dituturkan oleh kaum Baba dan Nyonya di Republik Singapura.
Dialek Johor - Riau juga dituturkan di Republik Singapura dan Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, Indonesia.
Dialek-dialek bahasa Melayu di Singapura, Brunei Darussalam dan Thailand adalah seperti berikut:
  • Dialek Singapura : dituturkan di Republik Singapura. Dialek ini merupakan pecahan dari dialek Johor-Riau.
  • Dialek Brunei : dituturkan di Kerajaan Brunei Darussalam serta bagian pedalaman, negara bagian Sabah dan Wilayah Persekutuan Labuan, Malaysia.
  • Dialek Patani : dituturkan di provinsi Pattani, Narathiwat, Yala dan Songkhla di Kerajaan Thailand.
  • Dialek Melayu Bangkok : Dituturkan oleh masyarakat Melayu di kawasan Bangkok, agak berbeda dengan dialek di bahagian Selatan Thailand.
Kini, kebanyakan angkatan baru sudah kehilangan upaya untuk bercakap dalam dialek ibu dan bapak mereka karena adanya penerapan bahasa Melayu ketetapan dalam pendidikan negara. Karena ada perbedaan dialek yang amat nyata, kadang kala penutur bahasa Melayu dari dialek tertentu tidak dapat mamahami penutur dialek yang lain terutama sekali dialek Kelantan, Sarawak dan Sabah.
Di luar wilayah tersebut, terdapat pula dialek Srilangka yang perlahan-lahan mulai punah, serta dialek Afrika Selatan, yang dipakai oleh pengikut Syekh Yusuf yang dibuang ke Cape Town.

Para-Malay

  1. Bahasa Duano' [dup] (Malaysia Barat)
  2. Bahasa Minangkabau [min] (Indonesia, Sumatera Barat)
  3. Bahasa Pekal [pel] (Indonesia, Sumatera Selatan)
  4. Bahasa Urak Lawoi' [urk] (Thailand)
  5. Bahasa Muko-Muko [vmo] (Indonesia, Sumatera, Bengkulu : Kabupaten Mukomuko)
  6. Dialek Melayu Negeri Sembilan [zmi] (Malaysia Barat, Negeri Sembilan)

Melayu-Aborigin

  1. Bahasa Jakun [jak] (Suku Jakun, Malaysia Barat)
  2. Bahasa Orang Kanaq [orn] (Orang Kanaq, Malaysia Barat)
  3. Bahasa Orang Seletar [ors] (Orang Seletar, Malaysia Barat)
  4. Bahasa Temuan [tmw] (Suku Temuan, Malaysia Barat)

Dayak Melayik

  1. Malayan
    1. Malayic-Dayak (10)
      1. Ibanic (6)
        1. Bahasa Balau [BUG] (Sarawak)
        2. Bahasa Iban [IBA] (Sarawak, Brunei, Kalimantan Barat)
        3. Bahasa Milikin [MIN] (Sarawak))
        4. Bahasa Mualang [MTD] (Suku Dayak Mualang, Sekadau, Kalimantan Barat)
        5. Bahasa Seberuang [SBX] (Suku Dayak Seberuang, Sintang, Kalimantan Barat)
        6. Bahasa Sebuyau[SNB] (Sarawak))
      2. Bahasa Keninjal [KNL] ( Melawi, Kalimantan Barat)
      3. Bahasa Kendayan [KNX] (Sanggau Ledo, Bengkayang, Kalimantan Barat)
      4. Bahasa Selako [SKL] (Pemangkat, Sambas, Kalimantan Barat)
      5. Bahasa-bahasa Malayic Dayak [XDY] (Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah)
        1. Bahasa Balai Riam : Kabupaten Sukamara
        2. Bahasa Bulik : Kabupaten Lamandau
        3. Bahasa Waringin : Kabupaten Kotawaringin Barat
        4. Bahasa Pembuang : Kabupaten Seruyan
        5. Kota Singkawang
        6. Kabupaten Bengkayang
        7. Kabupaten Sintang
        8. Kabupaten Kapuas Hulu
        9. Bahasa Kayong : Kayong Utara, Ketapang

http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu