"Perpisahan (perceraian) ini karena kami sudah tidak menemukan kecocokan lagi di antara kami.."
Sebuah alasan paling konyol namun ironisnya justru paling sering dijadikan sebagai alasan utama perceraian..
Dalam agama Katholik dan Kristen jelas dikatakan: Yang dipersatukan oleh Tuhan, jangan diceraikan oleh manusia..
Dalam agama Islam pun sejatinya perceraian juga tidak diperbolehkan..
Hmm..?
Memang ada dikata bahwa perceraian diperbolehkan, namun perlu diingat pula bahwaperceraian adalah hal yang dibenci Tuhan..
Kalau memang mencintai Tuhan, akankah kita hendak melakukan hal ygdibenci Tuhan?
Pernikahan adalah hal yg sangat disakralkan olehNya..
Dalam pernikahan juga terkandung kesetaraan agama-agama..
Hmm..?
Ketika sepasang suami-istri berpindah (identitas) keyakinan dari suatu agama ke agama lainnya, hanya wajib bagi mereka u/ melakukan 'ritual' ikrar memeluk agama baru mereka, tanpa wajib mengulang pernikahan mereka dg tata cara seturut agama mereka yg baru..
Jika berani berpikir logis, disini terlihat bahwa agama (pada umumnya) mengakui keabsahan 'ritual pernikahan' agama lainnya..
Suatu keseteraan agama telah terlihat disini, sekaligus bahwa pernikahan adalah hal yang disakralkan di semua agama..
Menikah adalah ibadah..
Menikah yg bagaimanakah yg layak disebut ibadah?
Suatu saat penulis pernah membaca buku berjudul Crack Da Vinci Code den menemukan suatu ulasan yg sangat menarik mengenai konsep pernikahan menurut Katholik (yang mungkin juga jarang dipahami/diketahui oleh kalangan umat Katholik) dan penulis rasa sangat relevan jika diterapkan pada agama apapun..
Tuhan memiliki berbagai sifat yg oleh kita para manusia sifat-sifat tersebut bisa digolongkan sebagai sifat-sifat maskulin (Maha Gagah, Maha Kuasa, Maha Mengalahkan, dsb) dan sifat-sifat feminin (Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Pemberi, dsb), dan semua itu seimbang adanya..
Sifat-sifat maskulin pada manusia menjadi dominan pada manusia laki-laki..
Sifat-sifat feminin pada manusia adalah dominan pada kaum manusia perempuan..
Saling mengisi sisi sub-ordinat pasangan dengan sifat dominan yg ada pada dirinya masing-masing akan membentuk keseimbangan sifat-sifat ke-Ilahi-an tersebut, sehingga tindakan dan sikap yg dihasilkan pasangan tersebut akan (men-)'dekat'(-i) dengan tindakan dan sikap Tuhan..
Hal inilah yg dikatakan dengan "menikah itu menjadikan diri dekat dengan Tuhan" alias "menikah itu adalah ibadah"..
Saling mengisi tersebut hanya dapat terwujud jika dari kedua belah pihak meletakkan egonya masing-masing dengan penuh kesadaran, menjalin komunikasi dalam posisi yg setara (baca: tidak merasa diri lebih tinggi/berkuasa dari pasangannya), meskipun 'pengetok palu keputusan' tetaplah sang kepala keluarga..
Ketika pernikahan hanya dianggap sebagai legalisasi u/ bersetubuh semata, dijalani sebagai hubungan 2 individu dalam 1 rumah dengan kehidupannya masing-masing yg tepisah, atau bahkan hanya demi status sudah menikah, maka perceraian adalah sudah di depan mata..
Dari ulasan di atas, marilah kita bersama-sama memurnikan kembali konsepsi pernikahan yang ada di benak kita, sehingga pernikahan yg akan/sedang dijalani (bagi yg tidak memutuskan untuk selibat) menjadi mulia adanya..
Kiranya Tuhan memberkati kita semua..
Surabaya, 11 Oktober 2010, 03:54 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar